Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menjamin
kemurnian Al-Qur‘ân telah memudahkan umat ini untuk menghafal dan mempelajari
kitab-Nya. Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan para hamba-Nya agar membaca
ayat-ayat-Nya, merenungi artinya, dan mengamalkan serta berpegang teguh dengan
petunjukNya.
Dia Subhanahu wa
Ta’ala telah menjadikan hati para hamba yang shalih sebagai wadah untuk
memelihara firman-Nya. Dada mereka seperti lembaran-lembaran yang menjaga
ayat-ayat-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
Sebenarnya, Al-Qur‘ân itu adalah ayat-ayat yang nyata di
dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari
ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zhalim … (Qs al-Ankabût/29:49).
Dahulu, para sahabat Radhiallahu’anhum yang mulia dan
Salafush-Shalih, mereka berlomba-lomba menghafal Al-Qur‘ân, generasi
demi generasi. Bersungguh-sungguh mendidik anak-anak mereka dalam
naungan Al-Qur‘ân, baik belajar maupun menghafal disertai dengan
pemantapan ilmu tajwid, dan juga mentadabburi yang tersirat dalam Al-Qur‘ân, (yaitu) berupa janji dan ancaman.
Berikut ini adalah nasihat yang disampaikan oleh Dr. Anis Ahmad Kurzun diangkat dari risalah beliau Warattilil Qur’âna Tartîla, dan diterjemahkan oleh al-Akh Zakariyya al-Anshari. Pembahasan ini menyangkut metode-metode, sebagai bekal dalam meraih kemampuan untuk dapat menghafal Al-Qur‘ân secara baik.
Karena, sebagaimana disebutkan oleh Imam Ibnu Rajab al-Hanbali
Rahimahullah , bahwasanya dahulu, para salaf mewasiatkan agar
betul-betul memperbagus dan memperbaiki amalan (membaca dan menghafal
Al-Qur‘ân, Red.). Bukan hanya sekedar memperbanyak (membaca dan menghafalnya, Red.),
karena amalan yang sedikit disertai dengan memperbagus dan
memantapkannya, itu lebih utama daripada amalan yang banyak tanpa
disertai dengan pemantapan. Lihat Risalah Syarah Hadits Syaddâd bin Aus, karya Ibnu Rajab, hlm. 35.
Mudah-mudahan dengan kedatangan bulan Ramadhan yang penuh kemuliaan
ini, dapat kita manfaatkan untuk meningkatkan perhatian kita kepada
Al-Qur‘ân, mempelajarinya, mentadabburi, memperbaiki bacaan, dan menghafalnya.
SATU Ikhlas, Kunci Ilmu dan Pemahaman
Jadikanlah niat dan tujuan menghafal untuk mendekatkan diri kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan selalu ingat bahwasanya yang sedang Anda
baca ialah Kalamullah. Berhati-hatilah Anda dengan faktor yang menjadi
pendorong dalam menghafal, apakah untuk meraih kedudukan di
tengah-tengah manusia, ataukah ingin memperoleh sebagian dari keuntungan
dunia, upah dan hadiah? Allah tidak menerima sedikit pun dari amalan
melainkan apabila ikhlas karena-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dan (menjalankan) agama dengan
lurus. (Qs al-Bayyinah/98:5).
DUA Menjauhi Maksiat dan Dosa
Hati yang penuh dengan kemaksiatan dan sibuk dengan dunia, tidak ada
baginya tempat cahaya al-Qur’ân. Maksiat merupakan penghalang dalam
menghafal, mengulang dan mentadabburi Al-Qur‘ân. Adapun godaan-godaan
setan dapat memalingkan seseorang dari mengingat Allah. Sebagaimana
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
Setan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah. (Qs al-Mujâdilah/58:19).
‘Abdullah bin Al-Mubarâk meriwayatkan dari adh-Dhahhak bin Muzâhim,
bahwasanya dia berkata;”Tidak seorang pun yang mempelajari Al-Qur`ân
kemudian dia lupa, melainkan karena dosa yang telah dikerjakannya.
Karena Allah berfirman Subhanahu wa Ta’ala : (Dan apa saja musibah yang
menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri)
–Qs asy- Syûra/42 ayat 30- . Sungguh, lupa terhadap Al-Qur`ân merupakan
musibah yang paling besar.1
Ketahuilah, Imam asy-Syafi’i yang terkenal dengan kecepatannya
menghafal, pada suatu hari ia mengadu kepada gurunya, Waqi‘, bahwa
hafalan Al-Qur‘ânnya lambat. Maka gurunya memberikan terapi mujarab,
agar ia meninggalkan maksiat dan mengosongkan hati dari segala hal yang
dapat memalingkannya dari Rabb. Imam asy-Syafi’i berkata:
Saya mengadu kepada Waqi’ buruknya hafalanku,
maka dia menasihatiku agar meninggalkan maksiat.
Dan ia mengabarkan kepadaku bahwa ilmu adalah cahaya,
dan cahaya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak diberikan kepada pelaku maksiat.
maka dia menasihatiku agar meninggalkan maksiat.
Dan ia mengabarkan kepadaku bahwa ilmu adalah cahaya,
dan cahaya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak diberikan kepada pelaku maksiat.
Imam Ibnu Munadi berkata,”Sesungguhnya menghafal memiliki beberapa
sebab (yang membantu). Di antaranya, yaitu menjauhkan diri dari hal-hal
yang tercela. Hal itu dapat terwujud, apabila seseorang mencegah diri
(dari keburukan, Pent.) Pent.), menghadap kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala dengan ridha, memasang telinganya, dan pikirannya bersih dari ar-râin.”2
Yang dimaksud dengan ar-râ‘in, ialah sesuatu yang menutupi hati dari keburukan maksiat, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka. (Qs al-Muthaffifin/83:14).
Barang siapa menjauhkan dirinya dari kemaksiatan, niscaya Allah
Subhanahu wa Ta’ala membukakan hatinya untuk selalu mengingat-Nya,
mencurahkan hidayah kepadanya dalam memahami ayat-ayat-Nya, memudahkan
baginya menghafal dan mempelajari Al-Qur‘ân, sebagaimana firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala :
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami,
benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan
sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (Qs al-’Ankabût/29:69).
Imam Ibnu Katsir Rahimahullah telah membawakan perkataan Ibnu Abi
Hâtim berkaitan dengan makna ayat ini: “Orang yang melaksanakan apaapa
yang ia ketahui, niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberinya
petunjuk terhadap apa yang tidak ia ketahui”.3
TIGA Memanfaatkan Masa Kanak-Kanak dan Masa Muda
Saat masih kecil, hati lebih fokus karena sedikit kesibukannya.
Dikisahkan dari al-Ahnaf bin Qais, bahwasanya ia mendengar seseorang
berkata:
“Belajar pada waktu kecil, bagaikan mengukir di atas batu”. Maka
al-Ahnaf berkata,”Orang dewasa lebih banyak akalnya, tetapi lebih sibuk
hatinya.”4
Seharusnya siapa pun yang telah berlalu masa mudanya supaya tidak
menyia-nyiakan waktu untuk menghafal. Jika ia konsentrasikan hatinya
dari kesibukan dan kegundahan, niscaya ia akan mendapatkan kemudahan
dalam menghafal Al-Qur‘ân, yang tidak dia dapatkan pada selain
Al-Qur‘ân. Allah berfirman Subhanahu wa Ta’ala:
Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur‘ân untuk pelajaran, maka adakah yang mau mengambil pelajaran? (Qs al-Qomar/54:17).
Demikianlah di antara keistimewaan Al-Qur‘ân. Perlu Anda ketahui,
tatkala manusia telah mencapai usia tua, saraf penglihatannya akan
melemah. Kadangkala dia tidak mampu membaca Al-Qur‘ân yang ada di
mushaf. Dengan demikian, yang pernah dihafal dalam hatinya, akan dia
dapatkan sebagai perbendaharaan yang besar. Dengannya ia membaca dan
bertahajjud. Tetapi jika sebelumnya ia tidak pernah menghafal Al-Qur‘ân
sedikit pun, maka alangkah besar penyesalannya.
EMPAT Memanfaatkan Waktu Semangat dan Ketika Luang
Tidak sepantasnya bagi Anda, wahai pembaca, menghafal pada saat
jenuh, lelah, atau ketika pikiran Anda sedang sibuk dalam urusan
tertentu. Karena hal itu dapat mengganggu kosentrasi menghafal. Tetapi
pilihlah ketika semangat dan pikiran tenang. Alangkah bagus, jika waktu
menghafal (dilakukan) ba’da shalat Subuh. Saat itu merupakan sebaik-baik
waktu bagi orang yang tidur segera.
LIMA Memilih Tempat yang Tenang
Yaitu dengan menjauhi tempat-tempat ramai, bising. Sebab, hal itu
akan mengganggu dan membuat pikiran bercabang-cabang. Maka ketika Anda
sedang berada di rumah bersama anakanak, atau (sedang) di kantor, di
tempat bekerja, di tengah teman-teman, jangan mencoba-coba menghafal
sedangkan suara manusia di sekitar Anda. Atau di tengah jalan ketika
sedang mengemudi, di tempat dagangan ketika transaksi jual beli.
Ingatlah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya … (Qs al-Ahzab/33:4).
Sebaik-baik tempat yang Anda pilih untuk menghafal ialah rumah-rumah
Allah (masjid) agar mendapatkan pahala berlipat ganda. Atau di tempat
lain yang tenang, tidak membuat pendengaran dan penglihatan Anda sibuk
dengan yang ada di sekitar Anda.
ENAM Kemauan dan Tekad yang Benar
Kemauan yang kuat lagi benar sangat mempengaruhi dalam menguatkan
hafalan, memudahkannya, dan dalam berkonsentrasi. Adapun seseorang yang
menghafal karena permintaan orang tua atau gurunya tanpa didorong oleh
kemauannya sendiri, ia tidak akan mampu bertahan. Suatu saat pasti akan
tertimpa penyakit futur (penurunan semangat).
Keinginan bisa terus bertambah dengan motivasi, menjelaskan pahala
dan kedudukan para penghafal Al-Qur‘ân, orang yang selalu bersama
Al-Qur‘ân, dan membersihkan jiwa yang berlomba dalam halaqah, di rumah
atau di sekolah. Tekad yang benar akan menghancurkan godaan-godaan
setan, dan dapat menahan jiwa yang selalu memerintahkan keburukan.
Imam Ibnu Rajab al-Hanbali berkata:
Barang siapa memiliki tekad yang benar, setan pasti akan putus
asa (mengganggunya). Kapan saja seorang hamba itu ragu-ragu, setan akan
mengganggu dan menundanya untuk melaksanakan amalan, serta akan
melemahkannya.5
TUJUH Menggunakan Panca Indra
Kemampuan dan kesanggupan seseorang dalam menghafal berbeda-beda.
Begitu juga kekuatan hafalan seseorang dengan yang lainnya
bertingkat-tingkat. Akan tetapi, memanfaatkan beberapa panca indra dapat
memudahkan urusan dan menguatkan hafalan dalam ingatan.
Bersungguh-sungguhlah, wahai Pembaca, gunakanlah indra penglihatan,
pendengaran dan ucapan dalam menghafal. Karena masing-masing indra
tersebut memiliki sistem tersendiri yang dapat mengantarkan hafalan ke
otak. Apabila metode yang digunakan itu banyak, maka hafalan menjadi
semakin kuat dan kokoh.
Adapun caranya, yaitu Anda mulai terlebih dahulu membacanya dengan
suara keras, apa yang hendak dihafalkan, sedangkan Anda melihat ke
halaman yang sedang Anda baca. Dengan terus melihat dan mengulanginya
sampai halaman tersebut terekam dalam memori Anda. Sertakan pendengaran
Anda dalam mendengarkan bacaan, lalu merasa senang. Apalagi jika Anda
membaca dengan suara senandung yang disukai oleh jiwa.
Seseorang yang menghafal Al-Qur‘ân dengan melihat mushaf, sedangkan
ia diam, atau dengan cara mendengarkan kaset murottal tanpa melihat
mushaf, atau merasa cukup ketika menghafal hanya membaca dengan suara
lirih, maka semua metode ini tidak mengantarnya mencapai tujuan dengan
mudah.
Perlu Anda ketahui, bahwasanya (dalam menghafal) manusia ada dua macam.
- Orang yang lebih banyak menghafal dengan cara mendengar daripada menghafal dengan melihat mushaf. Ingatannya ini disebut Sam’iyyah (pendengaran).
- Orang yang lebih banyak menghafal dengan cara melihat. Apabila ia membaca satu penggal ayat Al-Qur‘ân (akan) lebih bisa menghafal daripada (hanya dengan) mendengarkannya. Ingatannya ini disebut Bashariyyah (penglihatan).
Apabila Anda termasuk di antara mereka, maka sebelum menghafal, perbanyaklah membaca ayat dengan melihat mushaf dalam waktu yang lebih lama. Kemudian tutuplah mushaf dan tulis ayat-ayat yang baru saja Anda hafal dengan tangan. Setelah itu cocokkan yang Anda tulis dengan mushaf,
agar Anda mengetahui mana yang salah, dan tempattempat hafalan yang
lemah, sehingga Anda dapat mengulangi untuk memantapkannya.
Jika Anda memperhatikan bahwa Anda selalu salah dalam satu kalimat
tertentu atau lupa setiap kali mengulangnya, maka tanamkan kalimat
tersebut dalam memori Anda dengan membuat kalimat serupa yang Anda
ketahui. Dengan demikian, Anda akan mengingat kalimat tersebut dengan
kalimat yang Anda buat.
Imam Ibnu Munadi telah menunjukkan kepada kita masalah ini dengan
perkataannya: “Seorang guru hendaklah mempraktekkan metode ini kepada
murid. Yaitu memerintahkannya agar mengingat nama, atau sesuatu yang dia
ketahui yang serupa dengan kalimat al-Qur`ân yang ia selalu lupa,
sehingga akan menjadikannya ingat, insya Allah.”6
Kemudian beliau berdalil dengan perkataan Ali Radhiallahu’anhu kepada
Abu Musa Radhiallahu’anhu : “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam memerintahkan agar aku memohon petunjuk dan kebenaran
kepada Allah. Lalu aku mengingat kalimat (petunjuk) dengan (petunjuk
jalan), dan aku mengingat (kebenaran) dengan (membetulkan busur)”.7
DELAPAN Membatasi Hanya Satu Cetakan Mushaf
Bagi para penghafal, utamakan memilih cetakan mushaf, yang
diawali pada tiap-tiap halamannya permulaan ayat dan diakhiri dengan
akhir ayat. Ini memiliki pengaruh sangat besar dalam menanamkan bentuk
halaman dalam memori (ingatan), dan mengembalikan konsentrasi terhadap
halaman tersebut ketika mengulang. Jika cetakan mushaf berbeda-beda,
akan menimbulkan ingatan halaman dalam otak berbeda-beda, dan akan
membuyarkan hafalannya, serta tidak bisa konsentrasi.
Begitu pula saya wasiatkan kepada saudaraku agar bersungguh-sungguh menggunakan mushaf saku, atau mushaf
yang terdiri dari beberapa bagian, sesuai dengan cetakan mushaf yang
sedang Anda hafal. Ini merupakan hal yang sangat baik. Setiap kali Anda
mendapatkan waktu luang dan semangat, dimana pun Anda berada, supaya
segera memanfaatkan waktu tersebut untuk menghafal hafalan baru, atau
mengulang hafalan lama.
SEMBILAN Pengucapan yang Betul
Setelah Anda memilih waktu, tempat yang sesuai dan membatasi hanya satu cetakan mushaf
yang hendak Anda hafal, maka wajib bagi Anda membetulkan pengucapan dan
mengoreksi kalimat-kalimat Al-Qur‘ân kepada seorang guru yang mutqin
(ahli) sebelum mulai menghafal. Atau dengan cara mendengarkannya
melalui kaset murattal seorang qari‘. Hal ini supaya Anda terjaga dari
kekeliruan. Karena apabila kalimat yang telah Anda hafal itu salah, akan
sulit bagi Anda membetulkannya setelah terekam dalam memori.
Imam Ibnu Munadi berkata,”Ketahuilah, menghafal itu memiliki beberapa
sebab. Di antaranya, seseorang membaca kepada orang yang lebih banyak
hafalannya, karena orang yang dibacakan kepadanya lebih mengetahui
kesalahan daripada orang yang membaca.”8
Wahai saudaraku, bersungguh-sungguhlah menghadiri majlis-majlis tahfizhul-Qur‘ân,
bertatap muka dengan para hafizh dan guruguru yang mutqin, agar Anda
terhindar dari kesalahan dan dapat menghafal dengan landasan yang kokoh.
Saya wasiatkan juga kepada saudaraku para pengajar Al-Qur‘ân, di
masjid-masjid, di sekolah-sekolah agar bersungguh-sungguh membetulkan
bacaan para murid pada ayat-ayat yang hendak mereka hafal, dan
mengarahkan mereka supaya betul-betul mengoreksi kalimatkalimat
Al-Qur‘ân yang sering terjadi padanya kesalahan. Begitu juga seorang
guru meminta kepada para muridnya agar selalu mengulangulang hafalan
kepada sesama teman untuk menjaga mereka dari kemungkinan terjadinya
kesalahan.
SEPULUH Hafalan yang Saling Bersambung
Jangan lupa, wahai saudaraku! Jadikanlah hafalan Anda saling
berkaitan. Setiap kali Anda menghafal satu ayat kemudian merasa telah
lancar, maka ulangilah membaca ayat tersebut dengan ayat sebelumnya.
Kemudian lanjutkan menghafal ayat berikutnya sampai satu halaman dengan
menggunakan metode ini.
Disamping itu, apabila Anda telah menghafal satu halaman, maka harus
membacanya kembali sebelum meneruskan ke halaman berikutnya. Begitu pula
apabila hafalan Anda sudah sempurna satu surat, hendaklah menggunakan
metode tadi, agar rangkaian ayatayat itu dapat teringat dalam memori
Anda. Sungguh, jika tidak menggunakan metode ini, membuat hafalan Anda
tidak terikat. Dan ketika menyetor hafalan, Anda akan membutuhkan
seorang guru yag selalu mengingatkan permulaan tiap-tiap ayat. Begitu
juga akan membuat Anda mengalami kesulitan ketika muraja‘ah hafalan.
SEBELAS Memahami Makna Ayat
Di antara yang dapat membantu Anda menggabungkan ayat dan mudah dalam
menghafal, yaitu terus-menerus meruju‘ kepada kitab-kitab tafsir yang
ringkas, sehingga Anda memahami makna ayat meskipun global. Atau paling
tidak, Anda menggunakan kitab Kalimatul Qura’ni Tafsiiru wa Bayan
karya Syaikh Hasanain Muhammad Makhlûf. Dengan mengetahui makna-makna
kalimat, dapat membantu Anda memahami makna ayat secara global.
DUA BELAS Hafalan yang Mantap
Sebagian pemuda membaca penggalan ayat, dua sampai tiga kali saja.
Lalu menyangka bahwa ia telah hafal. Lantas pindah ke penggalan ayat
berikutnya karena ingin tergesagesa disebabkan waktunya sempit, atau
karena persaingan di antara temannya, atau disebabkan desakan seorang
guru kepadanya. Perbuatan ini, sama sekali tidak benar dan tidak
bermanfaat. Sedikit tetapi terus-menerus itu lebih baik, daripada banyak
tetapi tidak berkesinambungan. Hafalan yang tergesa-gesa mengakibatkan
cepat lupa.
Fakta ini tersebar di kalangan para penghafal. Penyebabnya,
kadangkala seseorang merasa puas dan tertipu terhadap dirinya ketika
hanya mencukupkan membaca penggalan ayat beberapa kali saja. Apabila ia
merasa penggalan ayat tadi sudah masuk dalam ingatannya, maka ia beralih
ke ayat berikutnya. Dia menyangka, semacam ini sudah cukup baginya.
Faktor yang mendukung fakta ini, karena sebagian pengampu hafalan
mengabaikan persoalan ini ketika penyetoran hafalan. Padahal semestinya,
seorang penghafal tidak boleh berhenti menghafal dan mengulang dengan
anggapan bahwa ia telah hafal ayat-ayat tersebut. Bahkan ia harus
memantapkan hafalannya secara terus-menerus mengulang ayat-ayat yang
dihafalnya. Karena setiap kali mengulang kembali, akan lebih memperbagus
hafalannya, dan meringankan bebannya ketika muraja‘ah.
TIGA BELAS Terus-Menerus Membaca
Tetaplah terus membaca Al-Qur‘ân setiap kali Anda mendapatkan
kesempatan. Karena banyak membaca, dapat memudahkan menghafal dan
membuat hafalan menjadi bagus. Banyak membaca termasuk metode paling
utama dalam muraja‘ah.
Cobalah Anda perhatikan, sebagian surat dan ayat yang sering Anda
baca dan dengar, maka ketika menghafalnya, Anda tidak perlu bersusah
payah. Sehingga apabila seseorang telah sampai hafalannya pada ayat-ayat
tersebut, maka dengan mudah ia akan menghafalnya. Contohnya surat
al-Wâqi‘âh, al-Mulk, akhir surat al-Furqân, apalagi juz ‘amma dan beberapa ayat terakhir dari surat al-Baqarah.
(Dengan sering membaca), dapat dibedakan antara seorang murid (yang
satu) dengan murid lainnya. Barang siapa yang memiliki kebiasaan setiap
harinya selalu membaca dan memiliki target tertentu yang ia baca, maka
menghafal baginya (menjadi) mudah dan ringan. Hal ini dapat dibuktikan
dalam banyak keadaan. Ayat mana saja yang ingin dihafal, hampir-hampir
sebelumnya seperti sudah dihafal. Akan tetapi yang sedikit membaca dan
tidak membuat target tertentu setiap harinya untuk dibaca, ia akan
mendapatkan kesulitan yang besar ketika menghafal.
Perlu diketahui, wahai saudaraku! Membaca Al-Qur‘ân termasuk ibadah
paling utama dan mendekatkan diri kepada Allah. Setiap huruf yang Anda
baca mendapatkan satu kebaikan, dan kebaikan akan dilipatgandakan
menjadi sepuluh kebaikan. Sama halnya dengan banyak membaca surat-surat
yang telah dihafal, ia dapat menambah kemantapan hafalan dan tertanamnya
dalam memori. Khususnya pada waktu shalat, maka bersungguh-sungguhlah
Anda melakukan muraja‘ah yang telah dihafal dengan membacanya ketika
shalat. Ingatlah, qiyamullail (bangun malam) dan ketika shalat tahajjud
beberapa raka’at, Anda membaca ayat-ayat yang Anda hafal merupakan pintu
paling agung di antara pintu-pintu ketaatan, dan membuat orang lain
yang sulit menghafal menjadi iri terhadap apa yang Anda hafal.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah membimbing kita kepada
metode ini, yang merupakan kebiasaan orangorang shalih, supaya hafalan
Al-Qur‘ân kita menjadi kuat melekat, dan selamat dari penyakit lupa.
Dari Sahabat ‘Abdullâh bin ‘Umar Radhiallahu’anhu bahwasanya Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Dan apabila shahibil-Qur‘ân (penghafal Al-Qur‘ân)
menghidupkan malamnya, lalu membaca Al-Qur‘ân pada malam dan sianganya,
niscaya ia akan ingat. Dan apabila dia tidak bangun, maka niscaya dia
akan lupa. (HR Muslim).
EMPAT BELAS Menghafal Sendiri
Sedikit Manfaatnya Karena kebiasaan manusia itu menundanunda amalan.
Setiap kali terlintas dalam pikirannya bahwa ia harus segera menghafal,
datang kepadanya kesibukan-kesibukan dan jiwa yang mendorongnya untuk
menunda amalan. Akibatnya membuat tekadnya cepat melemah. Adapun
menghafal bersama seorang teman atau lebih, mereka akan membuat
langkah-langkah tertentu. Masing-masing saling menguatkan antara yang
satu dengan lainnya, sehingga menumbuhkan saling berlomba di antara
mereka, serta memberi teguran kepada yang meremehkan. Inilah metode yang
dapat mengantarkan kepada tujuan, Insya Allah.
Cobalah perhatikan, betapa banyak pemuda telah menghafal sekian juz di halaqah tahfizhul- Qur’ân
di masjid, kemudian mereka disibukkan dari menghadiri halaqah ini.
Mereka menyangka akan (mampu) menyempurnakan hafalan sendirian saja, dan
tidak membutuhkan halaqah lagi. Tiba-tiba keinginan itu menjadi lemah
lalu )ia pun) berhenti menghafal. Yang lebih parah lagi, orang yang
seperti mereka kadang-kadang disibukkan oleh berbagai urusan dan
pekerjaan. Kemudian mereka tidak mengulang hafalan yang telah
dihafalnya. Hari pun berlalu, sedangkan semua hafalan mereka telah lupa.
Mereka telah menyia-nyiakan semua yang telah mereka peroleh.
Menghafal sendiri bisa membuka peluang pada diri seseorang terjerumus
ke dalam kesalahan saat ia mengucapkan sebagian kalimat. Tanpa ia
sadari, kesalahan itu terkadang terus berlanjut dalam jangka waktu yang
lama. Tatkala ia memperdengarkan hafalannya kepada orang lain atau
kepada seorang ustadz di halaqah, maka kesalahannya akan nampak.
Oleh karena itu, wahai saudaraku! Pilihlah menghafal bersama mereka
apa yang mudah bagi Anda untuk menghafalnya dari Kitabullâh, mengulang
hafalan Anda bersama mereka. Ini merupakan sebaik-baik perkumpulan
orangorang yang saling mencintai karena Allah Subhanallahu wa Ta’ala.
LIMA BELAS Teliti Terhadap Ayat-Ayat Mutasyabihat
Sangat penting untuk memperhatikan ayat-ayat mutasyabih
(serupa) di sebagian lafazh-lafazhnya, dan membandingkan ayat-ayat
mutasyabih itu di tempat-tempat (lainnya). Ketika Anda menghafalnya,
alangkah baik jika ayat-ayat mutasyabih itu disalin di buku yang khusus. Supaya letak ayat-ayat mutasyabih itu dapat Anda ingat ketika mengulangi membacanya.
Dapat dilihat pada sebagian penghafal yang tidak memperhatikan letak
ayat-ayat mutasyabih yang satu dengan lainnya. Sehingga mereka terjatuh
dalam kesalahan ketika menyetor hafalan, disebabkan tidak memperhatikan
letak ayat-ayat mutasyabih itu. Dalam hal ini, suatu ayat tertentu
membuat mereka menjadi ragu dikarenakan menyerupai dengan ayat pada
surat lain. Ketika membaca ayat-ayat tersebut, ternyata berpindah ke
surat berikutnya tanpa mereka sadari. Bisa jadi ketika menyetor hafalan,
kadangkala berpindah ke ayat mutasyabih yang ketiga atau keempat
apabila ayat mutasyabih itu ada di beberapa tempat. Oleh karena itu,
metode yang paling baik agar hafalan menjadi mantap, yaitu memusatkan
perhatian terhadap ayat-ayat yang sama antara satu dengan lainnya.
Curahkan kesungguhan dan fokuskan diri Anda dalam mencermatinya.
Para ulama telah menyusun berbagai kitab dalam masalah ini. Di antara kitab yang paling bagus. ialah kitab Mutasyabihul Quranil ‘Azhim karya Imam Abi al-Hasan bin al-Munadi wafat pada tahun 366 H, dan kitab Asraru Tikrari fil Quran karya seorang qari‘ handal, Muhammad bin Hamzah al-Karmani, seorang ulama abad kelima Hijriyah. Sebagian ulama juga menyusun Mandzumah Syi’riyyah (susunan bait-bait sya’ir) dalam masalah ini, untuk memudahkan para penuntut ilmu menghafalnya. Di antaranya, kitab Nudzhmu Mutasyabihil Quran karya Syaikh Muhammad at-Tisyiti, (ia) termasuk ulama abad kesebelas Hijriyah.
Imam Ibnu Munadi dalam menjelaskan pentingnya mengetahui letak
(tempat-tempat) ayat-ayat Al-Qur‘ân yang mutasyabih, (beliau) berkata:
“Mengetahui tempat-tempat ayat-ayat mutasyabih, sesungguhnya dapat
membantu menambah kekuatan hafalan seseorang, dan melatih orang yang
masih menghafal. Sebagian ahli qiraat telah membukukan hal ini, lalu
menyebutnya dengan al-mutasyabih, penolak dari buruknya hafalan”.9
Oleh karena itu, bersungguh-sungguhlah, wahai saudaraku dengan wasiat
dan bimbingan ini. Segeralah menghafal Kitabullâh, merenungi
ayat-ayatnya, dan berpegang teguh dengan petunjuknya, sebab Kitabullâh
merupakan cahaya yang nyata dan jalan yang lurus. Allah berfirman
Subhanahu wa Ta’ala :
Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul
Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al Kitab yang kamu sembunyi
kan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang
kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan. Dengan kitab
itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan
keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang
itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan
seidzin- Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus. (Qs al-Mâidah/5:15-16).
_____________________________________________________________
(1) Fadha‘ilul-Qur‘ân, karya Ibnu Katsir, hlm. 147.
(2) Mutasyabihul- Qur‘ânil-’Azhim, karya Imam Ibnu Munadi, hlm. 25.
(3) Tafsir Ibnu Katsir (3/432).
(4) Adabud-Du-nya wad-Dîn, karya al Mawardi, hlm. 57.
(5) Risalah Syarah Hadits Syaddâd bin Aus, karya Imam Ibnu Rajab, hlm. 37.
(6) Mutasyabihul- Qur‘ânil-Azhim, karya Ibnu Munadi, hlm. 56, secara ringkas.
(7) Mutasyabihul- Qur‘ânil-Azhim, hlm. 55, dan hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dalam kitab Shahîhnya, no. 2725.
(8) Mutasyabihul- Qur‘ânil-Azhim, hlm. 25.
(9) Mutasyabihul-Qur‘ânil-Azhim, hlm. 59, secara ringkas.
(2) Mutasyabihul- Qur‘ânil-’Azhim, karya Imam Ibnu Munadi, hlm. 25.
(3) Tafsir Ibnu Katsir (3/432).
(4) Adabud-Du-nya wad-Dîn, karya al Mawardi, hlm. 57.
(5) Risalah Syarah Hadits Syaddâd bin Aus, karya Imam Ibnu Rajab, hlm. 37.
(6) Mutasyabihul- Qur‘ânil-Azhim, karya Ibnu Munadi, hlm. 56, secara ringkas.
(7) Mutasyabihul- Qur‘ânil-Azhim, hlm. 55, dan hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dalam kitab Shahîhnya, no. 2725.
(8) Mutasyabihul- Qur‘ânil-Azhim, hlm. 25.
(9) Mutasyabihul-Qur‘ânil-Azhim, hlm. 59, secara ringkas.
Majalah As-sunnah Edisi Ramadhan (06-07)/Tahun XI/1428H/2
Sumber:http://bukhari.or.id
http://salafiyunpad.wordpress.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar